Categories
Design UX design

643. Performance review di tim design

Bagaimana sih sebaiknya melakukan performance review?

Gimana sih menilai orang supaya gak subjektif? 

– Dua pertamyaan dari seorang yang baru memimpin tim desain.

Saya pernah bekerja dikantor dimana metode yang digunakan untuk performance review sih ribet dan masih penuh dengan banyak kekurangan yah.

Proporsinya 50% dari Design leader, 20% dari pemimpin lainnya seperti engineering manager, Product manager atau marketing manager lalu, 30% dari rekam satu timnya. Rekan satu tim ini bisa developer, designer, researcher, bisdev, dst. Kelemahan dari sistem yang seperti ini adalah banyaknya waktu yang perlu dikeluarkan untuk mereview 1 orang saja.

Ke objektifitasan metode inipun masih diragukan.

Bagaimana kalau designer ini memang di sukai oleh timnya tapi, tidak cocok dengan design leadernya ?

atau

Bagaimana kalau Dia team player tapi, target OKRnya tidak ada yang tercapai ?

Bisa gak cocok karena, sifat, cara kerja atau kepribadiannya. Atau bagaiman bila sebaliknya, designer ini cocok dengan pemimpinnya lalu gak cocok sama timnya.


Kisah dilematis performance dua orang designer

Photo by Werner Pfennig on Pexels.com

Kisah gak cocok ini sering sekali terjadi salah satu di perusahaan tempat Saya bekerja. Satu Designer bisa busuk banget kerjaannya di tim A tapi, setelah pindah tim ke tim M dia langsung bersinar banget disana. Kenapa sih ini bisa terjadi? Menurut Saya sih banyak faktor tapi, yang paling sering itu karena Designer ini merasa akrab dengan timnya. Ini sih masih happy ending karena, dia bisa pindah tim dan kasusnya seperti ini.

Ditempat yang berbeda teman Saya pernah cerita hal sebaliknya. Ada senior desainer yang ditempat sebelumnya memang bagus dan pas diajak ngobrol memang bagus orangnya tapi, gak cocok dengan kepribadian bossnya yang suka ngomong kasar dan bentak-bentak. Walaupun apa yang dikatakan bossnya benar tapi, Si senior desainer ini kurang suka dengan caranya. Ketidaksukaannya terhadap bossnya ini dan membuat dia bekerja lebih emosional. Hal inipun dirasakan oleh bossnya dan teman-teman sekerjanya sehingga penilaian dirinya kurang bagus.

Dari semua contoh ini sih Saya melihat bahwa, keharmonisan tim itu sangat amat mempengaruhi performa seseorang. Sering sekali Saya menemukan cerita dimana orang bertahan di satu perusahaan karena, timnya solid dan enak. Walaupun banyak kerjanya lembur melulu dan gak dibayar.

Masalahnya kadang bila designer tidak cocok di tim A, Dia tidak punya kesempatan untuk pindah tim.

Gak bisa pindah tim karena, gak ada posisi yang kosong atau pemimpinnya gak mengizinkan. Walhasil designer inipun kebanyakan memilih untuk resign. Menurut Saya hal seperti inilah yang membuat pekerjaan me-manage orang tuh susah.

Kebanyakan tes rekrutmen adalah tes hard skill dan kecocokan dengan kultur perusahaan. Untuk tes hard skill sih mudah karena, bisa dilihat langsung bukti nyata pekerjaannya. Nah, kalau untuk mengetes kecocokan dengan kultur perusahaan itu yang menurut Saya susah. Ada kemungkinan designer ini cocok dengan kultur perusahaan tapi, gak cocok dengan timnya yang sekarang. Padahal kita tahu kalau di perusahaan yang besar ini setiap tim pasti punya kulturnya masing-masing.


Rating review 360

Tim yang gak suka satu sama lain juga akan menilai rekan kerjanya menurut subjektifitas dan sentimen pribadi masing-masing. Dalam melihat perofromance review rekan-rekan sekerja Saya jarang sekali melihat orang Indonesia memberikan rating bintang 5 (max 5) untuk rekannya. Mungkin rating 5 itu dianggap sempurna dan kesempurnaan hanya milik Tuhan kali yah ?

Rating 5 nya yang Saya bicarakan tuh bukan untuk keseluruhan nilai tapi, untuk 1 kategori saja. Satu kategori saja. Hal inilah yang membuat para karyawan atau anggota tim jarang yang dapat promosi atau naik gaji. Naik gaji direviewpun biasanya 15-30% dan dibatasin setahun sekali. Di sisi lain, penilaian orang dengan rating ini juga sangat lemah banget sih karena, standar tiap orang untuk rating 1 – 5 itu berbeda-beda.


Result oriented performance review

Nah, yang ini gampangnya adalah kalau kamu mencapai 3 dari 5 target yang diberikan persemester maka akan mendapat bonus, naik gaji atau naik jabatan. Nah, ini juga hal yang dilematis karena, dengan cara ini karyawan akan mengejar target dengan berbagai cara. Memang target perusahaan tercapai tapi, apakah hal ini bakal awet?

Bagaimana dengan hubungan antar tim?

Bagaimana dengan kualitas produk yang dihasilkan?

Bagusnya cara ini sih, bisa lebih objektif yah dalam memberikan penilaian dari target yang tercapai. Untuk kasus designer kayanya gak bisa pakai cara ini deh. Soalnya Designer itu kan kerja dengan banyak pihak dan kerjaannya itu ada prosesnya. Kalau kejar target banget seperti orang sales maka kedua hal tadi pasti dikorbankan.


Gimana dengan di Silicon Valley? Karena orang Indonesia suka mengacu kesana…

Untuk review pegawai ini Saya pernah baca buku dari HRDnya Google Lazlo Bock berjudul “Work Rules” , Patty McCord HRDnya Netflix berjudul “Powerful” dan Julie Zhou dari FB berjudul “Making a manager”. Lazlo dan Patty adalah pemimpin HRD sedangan Julie VP design. Dari ketiga buku ini Saya melihat bagaimana ketiganya menggunakan pendekatan penilaian yang berbeda satu sama lain.

Kalau di Google sekarang caranya sudah beda dengan bukunya Lazlo Bock sih sekarang seperti ini. Kalau Facebook sendiri lebih sederhana karena hanya melakukan review 360 setiap 6 bulan sekali. Sebenarnya ga sederhana juga sih karena, orang yang di review banyak. Selengkapnya tentang cara Facebook bisa dilihat disini.

Patty McCord yang membuat kultur dan aturan di Netflixpun bahkan menjadi korban dari aturan yang dibuat. Aturan itu menegaskan bahwa perusahaan terus berubah dan berkembang. Jadi posisi atau orang yang sudah tidak relevan dengan perusahaan yah siap-siap di PHK. Misalnya Netflix dulu ada jasa kirim DVD ke rumah, sekarang fokus streaming maka pegawai yang kirim DVD ini menurut beberapa forum sih ga dikasih kesempatan berubah profesi yah dan dipecat.

Ibaratnya kalian anak SD, pasti butuh seragam merah putih donk. ^ tahun kemudian, pas naik ke tingkat SMP maka kalian udah ga butuh tuh seragam dan butuhnya seragam putih biru. Bayangkan seragam itu adalah karyawan yang loyal dan udah membawa perusahaan kalian. Walaupun dibukunya itu dijelaskan cara melepasnya baik-baik dan kompensasinya bagus tapi, tetap Saja yang di PHK punya perasaan juga. Pattypun menjadi korban dari sistemnya juga karena, perusahaan yang dia bangun sudah berubah dan dia sudah kurang relevan untuk perusahaan itu. Sadis ga tuh?


Baiknya gimana donk?

Menurut Saya sampai saat ini belum ada penilaian karyawan atau performance review yang tepat. Mau seribet cara yang Saya jabarkan diataspun masih saja rawan subjektif. Saya juga melihat fenomena penurunan moral tim saat performance review. Anggota tim menjadi lebih sensitif dan sangat amat menjaga perasaan + ada politik-politik. Belum lagi kalau ada karyawan yang di performance review jelek dan dia tau bahwa timnya yang menilai bisa-bisa menjadi dendam atau kerjanya gak baik.

Ada juga yang males performance review karena, menyita banyak waktu dan kemungkinan besar ga naik gaji juga. Kalau ada poin yang baik dari buku Patty McCord sih yakni sering-sering 1 on 1 dan jangan kasih kritiknya tuh dipendem sampe performance review. Makin cepet dikasih tau kan makin cepet juga pegawai melakukan perubahan.

Saya sendiri pernah menyarankan HR untuk menilai pegawai dari karya dan kontribusinya secara pribadi, tim dan perusahaan. Misalnya tiap penilaian itu pegawai diberi 3 target, 1 target itu kejaran pribadi, 1 target tim dan 1 target perusahaan. Nah, setiap ada target yang tercapai dia akan di naikan gajinya dan misalnya sudah mencapai 5 target bisa promosi jabatan. Target pribadi adalah tanggung jawab dari tiap orang, target tim dia harus bekerja sama dengan tim untuk mencapai hal itu. Target perusahaan ini berarti setiap tim harus kerjasama supaya tercapai. 

Saya kepikiran menggunakan metode ini untuk meminimalisir politik dan sentimen anggota tim. Walaupun Saya sadar dalam penilaian ini masih perlu menilai perilaku dari karyawannya. Jangan sampai dia menggunakan segala cara untuk mencapai target dan menyakiti karyawan lainnya. Nah, bagaimana dengan penilaian di perusahaan kalian?

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.